UpdateTerkini.id, Wajo - Dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek swakelola di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo kembali mengundang sorotan tajam. Proyek yang seharusnya dikerjakan secara internal oleh pemerintah justru diduga kuat dibagi-bagikan kepada kontraktor eksternal, sebuah praktik yang bertentangan dengan prinsip dasar swakelola sebagaimana diatur dalam sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Informasi yang beredar menyebutkan, skema pembagian proyek ini dikendalikan oleh sosok berinisial IH, yang di kalangan kontraktor dan pelaku proyek dikenal luas sebagai “ketua kelas”. Nama IH bahkan menjadi bahan pembicaraan rutin di warung kopi dan grup WhatsApp para pelaku proyek di Wajo.
Temuan ini turut dibenarkan oleh Solidaritas Aksi Mahasiswa Indonesia (SAMI), organisasi yang kerap memantau praktik pengadaan proyek pemerintah di daerah.
“Inisial IH itu bukan rahasia lagi. Kalau sudah proyek swakelola di Dinas Pendidikan, pasti nama itu muncul. Semua rekanan tahu perannya,” ujar Sami, juru bicara organisasi tersebut.
Swakelola semestinya menjadi alternatif pengadaan yang lebih transparan, efisien, dan melibatkan internal pemerintah, bukan diberikan ke pihak luar. Namun, praktik di Wajo diduga menyimpang dari kaidah tersebut.
Aktivis kebijakan publik, Hardiansyah, menyebut praktik ini sebagai bentuk pengaburan aturan demi keuntungan kelompok tertentu.
“Kalau proyek swakelola justru dikerjakan oleh rekanan luar, apalagi dibagi diam-diam tanpa prosedur, maka itu patut diduga sebagai penyimpangan serius. Ini bisa berujung pada kerugian negara dan melanggar prinsip akuntabilitas.”
Hingga berita ini ditayangkan, pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Wajo belum memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan tersebut. Masyarakat kini mendesak agar Bupati Wajo, Andi Rosman, turun tangan langsung, didukung oleh Inspektorat Daerah dan DPRD, untuk menyelidiki dugaan praktik sistematis yang mencederai semangat pengelolaan anggaran pendidikan.
Desakan juga muncul agar dibuka daftar nama penerima proyek, skema pembagiannya, hingga peran aktor-aktor di balik layar.
Jika benar proyek swakelola telah dijadikan ajang "bagi-bagi" oleh oknum tertentu, maka masalah ini tidak hanya menyangkut pelanggaran etika birokrasi, tetapi berpotensi masuk ranah pidana korupsi. (**)